Berita Terkini

Rekonsiliasi, Jalan Kembali Merajut Persatuan dan Kedamaian

Wamena - Dalam kehidupan suatu bangsa tentu adakalanya terjadi ketegangan terutama mengenai sebuah perbedaan kepentingan antar golongan, namun dibalik perbedaan itu selalu ada ruang dan kesempatan untuk saling memahami dan memaafkan dan disitulah makna sejati dari Rekonsiliasi hadir untuk memperbaiki hubungan yang retak dan merajut Kembali hubungan yang harmonis dan menyatukan Kembali perbedaan yang ada untuk Kembali menjadi lebih baik.   Lebih dari Sekadar Kata Damai Sejatinya Rekonsiliasi bukan sekadar kata-kata indah dan manis yang hanya diucapkan setelah konflik, melainkan tindakan nyata untuk membuka hati dan menurunkan ego masing-masing. Dalam dunia politik yang panas, rekonsiliasi adalah sebuah upaya penting untuk menyatukan kembali pihak-pihak yang berseberangan dan berselisih demi kepentingan bangsa. Sedangkan dalam kehidupan sosial, rekonsiliasi adalah bentuk kedewasaan untuk memilih damai daripada dendam yang terus tersimpan di dalam hati dan lebih baik menyatukan perbedaan menjadi persatuan untuk kepentingan bangsa dan negara. Baja juga: Akuntabilitas, Tentang Kejujuran dalam Melayani Sesama Perjalanan Menuju Kesepahaman Dalam proses melakukan Rekonsiliasi bukanlah hal yang mudah dibutuhkan kemauan antara belah pihak yang berselisih menurunkan ego masing-masing dan dibutuhkan kedewasaan seperti kesabaran dan kejujuran dan bersedia melihat masa lalu dengan penuh kedamaian dan melupakan kebencian dan apabila hal itu terlaksana dengan baik hasilnya ketenangan dan kekuatan bersama untuk melangkah dan bergandengan tangan Bersama demi tujuan yang lebih baik.   Rekonsiliasi Makna Kedamaian Sejati Rekonsiliasi mengajarkan kita bahwa setiap luka bisa sembuh jika ada niat baik untuk memperbaikinya. Karena pada akhirnya, kedamaian tidak lahir dari kemenangan satu pihak saja, tetapi dari keberanian untuk saling mengulurkan tangan demi kebaikan bangsa dan negara. Rekonsiliasi adalah jembatan antara masa lalu yang penuh luka dan masa depan yang penuh harapan. Hanya dengan hati yang terbuka, perdamaian bisa tumbuh kembali. (AAZ) Baja juga: Digitalisasi Birokrasi, Langkah Besar Pelayanan yang Lebih Manusiawi

Apa itu Peta Hitam?

Wamena – Istilah peta hitam jarang sekali kita dengar dan masih sangat awam untuk diperbincangkan. Secara sederhana peta hitam mengacu pada gambaran suatu wilayah yang menunjukkan kondisi permasalahan, kondisi rawan, berisiko tinggi baik dalam bidang ekonomi, sosial, keamanan maupun politik. Pengertian Peta Hitam Peta hitam adalah suatu wilayah atau area yang memiliki kategori permasalahan serius. Warna hitam itu melambangkan kondisi serius, darurat dan berisiko tinggi. Daerah dengan tingkat konflik, ketidakstabilan tinggi, kriminalitas dapat ditunjukkan melalui peta hitam dari segi keamanan. Sedangkan, untuk daerah yang mengalami kerusakan, daerah rawan bencana itu bisa ditunjukkan melalui peta hitam dari segi lingkungan. Peta hitam dapat dijadikan peringatan untuk membuat kebijakan dalam mengetahui wilayah mana yang akan membutuhkan perhatian khusus, misalnya rentan konflik, kemiskinan atau daerah tertinggal. Dari segi geografis, peta hitam digunakan untuk mengetahui wilayah dengan tingkat kerusakan ekosistem yang parah dan pencemaran tinggi. Makna Simbolik Peta Hitam Makna simbolik peta hitam yang berwarna hitam menggambarkan “ketidakteraturan” atau “kegelapan” dalam sebuah sistem. Peta hitam merupakan representasi dari kondisi dan sikap yang memerlukan pembenahan, perhatian khusus dan perubahan. Makna simbolik dari peta hitam bukan berarti negatif melainkan tindakan nyata untuk memperbaiki situasi. Dengan adanya peta hitam pemerintah bisa lebih fokus untuk merencanakan program perbaikan. Menuju Peja yang Lebih Cerah Dengan adanya identifikasi dalam peta hitam, kiranya masyarakat dan pemerintah dapat bekerja sama untuk mengubah atau memperbaiki wilayah-wilayah yang rawan menjadi area yang produktif, aman, dan s ejahtera. Simbol dari kemajuan dan keadilan sosial akkan tercapai dengan upaya pemerataan ekonomi, pembangunan, penguatan pendidikan di berbagai daerah. Agar peta hitam dapat diwarnai ulang dengan peta yang lebih cerah kelak. (ANY) Baca juga: Merawat Kohesi Sosial Pasca Pemilu

Pertempuran Surabaya: Nyala Semangat Arek Arek Suroboyo yang Menggentarkan Dunia

Wamena – Pertempuran pada tanggal 10 November 1945 adalah sebuah peristiwa perang yang terjadi setelah kemerdekaan Indonesia. Peristiwa terjadi dan dipicu karena kedatangan sekutu yang bisa menjadi ancaman karena “ditunggangi” oleh Belanda. Masyarakat Surabaya melihat bahwa kedatangan dan keberadaan tentara sekutu bagian dari upaya Belanda untuk Kembali menguasai wilayah Indonesia yang baru saja merdeka. Puncak Pertempuran 10 November 1945 Pada tanggal 10 November 1945, Kota Surabaya berubah menjadi lautan api. Ribuan Masyarakat dari berbagai macam kalangan mulai dari pemuda, pelajar hingga santri, mereka Bersatu melawan pasukan Inggris yang mempunyai senjata lengkap. Meski Arek–arek Suroboyo hanya bermodalkan senjata sederhana, bambu runcing, serta semangat juang yang membara dengan semangat juang “Merdeka atau Mati!”, Arek-arek Suroboyo bertempur dan bertahan dengan gagah berani selama masa perang yang kurang lebih selama 3 minggu lebih. Bung Tomo dengan Kobaran Semangat Abadi Sosok Bung Tomo menjadi ikon Pertempuran Surabaya, dengan pidatonya yang dibuat, ia berhasil membakar semangat juang dari rakyat untuk melawan dan tidak tunduk kepada Penjajah. Kalimat yang melegenda yaitu “Allahu Akbar!” Merdeka atau Mati!” terus menggema di telinga generasi penerus bangsa hingga saat ini. Dalam pertempuran Surabaya ini ribuan pejuang gugur dalam sebuah pertempuran, tetapi darah serta pengorbanan mereka tetap akan menjadi pondasi yang sangat kuat bagi tegaknya sebuah kedaulatan Indonesia. Warisan Semangat dari Pertempuran 10 November Setiap Tanggal 10 November kini selalu diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional, dan untuk mengenang sebuah keberanian dan pengorbanan dari rakyat Surabaya. Semangat dari juang itu menjadi sebuah teladan abadi bagi generasi penerus bangsa untuk mempertahankan kemerdekaan, menjaga selalu persatuan, dan mengisi makna kemerdekaan dengan karya–karya yang nyata. Pertempuran Surabaya bukan hanya sebuah catatan sejarah, tetapi sebuah semangat dari api perjuangan yang tidak akan pernah padam di dada setiap anak bangsa. Pertempuran Surabaya juga membuktikan bahwa kemerdekaan bukanlah hadiah, tetapi merupakan hasil perjuangan yang berdarah – darah dari rakyat yang tidak gentar dalam menghadapi penjajah. (REZ) Basa juga: Rekam Sejarah Indonesia Raya: Yo Kim Tjan Sahabat WR Soepratman

Contoh Penerapan Sila Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa

Wamena – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Nduga mengajak untuk memaknai dan menanamkan nilai-nilai sila Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Upaya ajakan selaras dengan semangat berbangsa dan bernegara di tengah arus globalisasi. Baca juga: KPU Nduga Gelar Upacara Hari Kesaktian Pancasila 2025 Peran Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Pancasila termuat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kondisi yang memaknai Pancasila sebagai dasar ideologi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kata Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu panca yang berarti lima, dan sila yang berarti prinsip atau dasar. Secara harfiah Pancasila berarti lima dasar yang menjadi landasan dalam membangun kehidupan bangsa Indonesia. Peran Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara meliputi; Sebagai Dasar Negara Landasan dalam penyelenggaraan negara tertuang dalam Pancasila. Setiap peraturan, kebijakan, dan tindakan pemerintah harus berpedoman pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Indonesia memiliki arah yang jelas dalam membangun kehidupan melalui Pancasila sebagai dasar negara. Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Rakyat Indonesia memiliki pedoman dalam bersikap, berpikir, dan bertindak melalui Pancasila. Nilai-nilai Pancasila mendorong untuk hidup rukun, saling menghormati, dan mementingkan kepentingan bersama antarwarga. Sebagai Jiwa dan Kepribadian Bangsa Jati diri bangsa Indonesia yang religius, berperikemanusiaan, dan menjunjung tinggi keadilan tercermin dalam Pancasila. Nilai-nilai Pancasila yang membawa bangsa Indonesia yang memiliki karakter persatuan dalam keberagaman. Sebagai Sumber Hukum dan Tertib Nilai-nilai Pancasila menjadi sumber dari seluruh perundang-undangan di Indonesia. Hal ini menegaskan bahwa hukum yang berlaku di Indonesia memiliki keberpihakan terhadap keadilan, kemanusiaan, dan kesejahteraan rakyat. Sebagai Tujuan Nasional Nilai-nilai Pancasila tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dalam mencapai cita-cita dan mewujudkan masyarakat adil, makmur, menjaga persatuan, serta menciptakan perdamaian dunia. Contoh Sikap Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa Sila pertama mengajarkan tentang pentingnya keimanan dan toleransi antarumat beragama. Nilai yang menjadi dasar dalam menjaga keharmonisan dan menghormati kemajemukan Indonesia. Sikap yang mencerminkan sila pertama taat menjalankan ibadah sesuai agama masing-masing, menjalankan kehidupan dengan berlandaskan nilai moral dan spiritual, dan saling menghargai dalam keberagaman. Contoh nyata; KPU se-Provinsi Papua Pegunungan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada pegawai dalam kegiatan beribadah sesuai dengan keyakinannya. Contoh Sikap Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab Sila kedua menuntun Masyarakat untuk menghormati martabat manusia. Sikap yang mencerminkan sila kedua menghargai hak dan kewajiban orang lain, bersikap adil, dan menjaga toleransi. Contoh nyata; Pegawai KPU memberikan pelayanan yang ramah dan adil terhadap warga yang membutuhkan bantuan. Contoh Sikap Sila Ketiga: Persatuan Indonesia Warga negara Indonesia harus menjaga persatuan, mengutamakan kepentingan bangsa, dan menumbuhkan rasa cinta tanah air yang tertuang dalam sila ketiga Pancasila. Sikap yang mencerminkan sila ketiga menjaga kerukunan, mengutamakan kepentingan bangsa, dan bangga terhadap Indonesia. Contoh nyata; KPU Kabupaten Nduga melakukan upacara apel dengan penuh semangat. Contoh Sikap Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan Pentingnya menjaga demokrasi melalui musyawarah dan mufakat dalam pengambilan keputusan bersama yang tertuang dalam sila keempat Pancasila. Sikap yang mencerminkan sila keempat bersikap terbuka, melaksanakan keputusan bersama dengan penuh tanggung jawab, dan menghargai pendapat orang lain. Contoh nyata; KPU Kabupaten Nduga melaksanakan rapat dan dengar pendapat dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan. Contoh Sikap Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia Kesejahteraan dan keadilan dalam berbagai aspek kehidupan merupakan salah satu nilai sila kelima Pancasila. Sikap yang mencerminkan sila kelima  bersikap adil, menolong sesama secara sukarela, dan mendukung kegiatan sosial. Contoh nyata; KPU Kabupaten Nduga berpartisipasi aktif sebagai bentuk bakti sosial dalam memberikan bantuan ke panti asuhan. (STE)

Apa itu DKPP?

Wamena - DKPP adalah singkatan dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu merupakan satu lembaga dengan tugas dan fungsi DKPP yang disesuaikan dengan kebutuhan hukum dalam pelaksanaan Pemilu di Indonesia. Pengertian dan Sejarah DKPP RI Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) merupakan lembaga dalam rangka memahami penegakan etik Penyelenggara Pemilu yang bermartabat secara utuh. Dikutip dari laman resmi DKPP Pasal 1 ayat 24 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum disebutkan bahwa DKPP adalah lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu. Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu, terdiri atas Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi Penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara langsung oleh rakyat (Pasal 1 ayat (7)). DKPP bermula dari pembentukan Dewan Kehormatan Komisi Pemilihan Umum (DK-KPU). DKPP dibentuk berdasarkan UU 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). DK-KPU tersebut bersifat ad-hoc dan merupakan bagian dari KPU.  DK-KPU dibentuk untuk memeriksa pengaduan dan/atau laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU dan anggota KPU Provinsi. Untuk pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU Kabupaten/Kota, dibentuk DK-KPU Provinsi. Secara resmi pada 12 Juni 2012 DK KPU berubah menjadi DKPP berdasarkan UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. DKPP berubah menjadi bersifat tetap, dengan struktur kelembagaannya lebih profesional, tugas, fungsi, dan kewenangan menjangkau seluruh jajaran penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) beserta jajarannya dari pusat sampai tingkat kelurahan/desa. Anggota DKPP dipilih dari unsur masyarakat, profesional dalam bidang kepemiluan, ditetapkan bertugas per-5 tahun dengan masing-masing 1 (satu) perwakilan (ex officio) dari unsur anggota KPU dan Bawaslu aktif.  Tugas, Fungsi, dan Wewenang, Kewajiban DKPP RI Tugas dan fungsi DKPP telah disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam Penyelenggaraan Pemilu. Guna menciptakan penyelenggaraan Pemilu yang lancar, sistematis dan demokratis dibuat penguatan kelembagaan Penyelenggaraan Pemilu.  Penjelasan tentang DKPP telah diatur secara rinci dalam Bab III, Pasal 155-Pasal 166 UU Pemilu.  Tugas DKPP menurut Pasal 156 ayat (1), yaitu: Menerima aduan dan/atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu, Melakukan penyelidikan dan verifikasi, serta pemeriksaan atas aduan dan/atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu. Wewenang DKPP menurut Pasal 159 ayat (2), yaitu: Memanggil Penyelenggara Pemilu yang diduga melakukan pelanggaran kode etik untuk memberikan penjelasan dan pembelaan, Memanggil pelapor, saksi, dan/atau pihak lain yang terkait untuk diminta keterangan, termasuk untuk diminta dokumen dan bukti lain, Memberikan sanksi kepada Penyelenggara Pemilu yang terbukti melanggar kode etik, Memutus pelanggaran kode etik. Kewajiban DKPP diuraikan pada Pasal 159 ayat (3), yaitu; menerapkan prinsip menjaga keadilan, kemandirian, imparsialitas, dan transparansi; menegakkan kaidah atau norma etika yang berlaku bagi Penyelenggara Pemilu; bersikap netral, pasif, dan tidak memanfaatkan kasus yang timbul untuk popularitas pribadi; dan menyampaikan putusan kepada pihak terkait untuk ditindaklanjuti. Putusan DKPP bersifat final dan mengikat (final and binding). Pada tahun 2013, sifat putusan yang diatur sejak DKPP masih menggunakan UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu pernah di-judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK) oleh kelompok masyarakat sipil. Hasilnya, melalui Putusan MK Nomor 31/PUU-XI/2013, MK memutuskan bahwa sifat final dan mengikat dari putusan DKPP haruslah dimaknai final dan mengikat bagi Presiden, KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, maupun Bawaslu dalam melaksanakan putusan DKPP. Keanggotaan Organisasi DKPP Pertama, periode 2012 – 2017 dengan ketua merangkap anggota Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., M.H., beserta Dr. Nur Hidayat Sardini, S.Sos., M.Si., Pdt. Saut Hamonangan Sirait MT., Dr. Dra. Valina Singka, M.Si., dan Prof. Dr. Anna Erliyana, S.H., M.H., yang menggantikan Prof. Dr. Abdul Bari Azed, S.H., M.H., karena mengundurkan diri tahun 2013, Ida Budhiati, S.H., M.H. (unsur KPU) dan Endang Wihdatiningtyas, S.H., yang pada Desember 2014 menggantikan Nelson Simanjuntak, S.H., (unsur Bawaslu). Kedua, periode 2017 – 2022, ketua merangkap anggota Dr. Harjono, S.H., M.CL., dengan anggota lain; Prof. Dr. Muhammad, S.IP., M.Si., Ida Budhiati, S.H., M.H., Prof. Dr. Teguh Prasetyo, S.H., M.Si., Dr. Alfitra Salaam, APU., Hasyim Asy’ari., S.H., M.Si., Ph.D., (unsur KPU), dan Dr. Ratna Dewi Pettalolo, S.H., M.H., (unsur Bawaslu) yang menjalani masa tugas satu tahun (12 Juni 2017 – 12 Juni 2018), selanjutnya digantikan oleh anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar, SH, LL.M Ph.D. Sampai pada tahun ini, keanggotaan DKPP telah berjalan memasuki periode ketiga. Periode pertama yaitu tahun 2012-2017. Periode kedua yakni tahun 2017-2022. Dan anggota DKPP periode terbaru 2022 sampai 2027 telah diumumkan pelantikannya oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Rabu (7/9/2022). Berikut daftar nama anggota DKPP periode 2022-2027 yang baru dilantik Jokowi, yaitu: I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, Ratna Dewi Pettalolo, Muhammad Tio Aliansyah, Heddy Lugito, dan J Kristiadi. (FPH)  Baca juga: ASN Berintegritas: Pengertian, Makna dan Langkah Pemerintah Membangun ASN Berintegritas

Ingin Berkarier di KPU: Inilah Kelompok Jabatan Fungsional

Wamena – Komisi Pemilihan Umum (KPU) terus berupaya meningkatkan kualitas kinerja dan profesionalisme Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui penguatan jabatan fungsional. Dalam mewujudkan tata kelola kelembagaan yang transparan, akuntabel, dan berbasi kompetensi. Dasar Hukum Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penerapan jabatan fungsional di lingkungan KPU Kabupaten Nduga berlandaskan pada beberapa regulasi resmi, yaitu: Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) Menjadi dasar pengelolaan ASN yang membagi jabatan ke dalam jabatan administrasi, fungsional, dan pimpinan tinggi. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, yang diubah dengan PP Nomor 17 Tahun 2020, yang mengatur sistem karier dan penilaian kinerja ASN. Peraturan Menteri PANRB Nomor 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional, dalam penyederhanaan birokrasi dan penyetaraan jabatan administrasi ke jabatan fungsional. Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal KPU, Sekretariat KPU Provinsi, dan Sekretariat KPU Kabupaten/Kota. Jenis Kelompok Jabatan Fungsional Pembentukan kelompok jabatan fungsional oleh KPU sebagai upaya memberikan jenjang karier selain jalur structural kepada ASN. Dukungan ASN dalam kelompok jabatan fungsional yang berkompeten, berintegritas, dan akuntabel sesuai dengan keahlian bidang masing-masing. Berikut jenis kelompok dalam jabatan fungsional; Penata Kelola Pemilu (PKP) Jabatan ini menjadi bagian penting dalam memastikan setiap tahapan Pemilu terlaksana secara profesional, berintegritas, dan berkualitas. Melakukan pengelolaan perencanaan pemilu, pengelolaan tahapan kepemiluan, pengelolaan logistik pemilu, pelaksanaan pemilu, monitoring evaluasi dan pelaporan pemilu serta pengelolaan terhadap sengketa pemilu.  Pranata Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Memiliki tanggung jawab penting dalam memastikan pengelolaan APBN berjalan sesuai prinsip good governance, melalui sistem penilaian berbasis Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) dan Indikator Kinerja Individu (IKI) Mandatory. Peran strategis Jabatan Fungsional Pranata Keuangan APBN dalam mendukung pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Arsiparis Pengelolaan arsip dinamis maupun statis, termasuk pembinaan sistem kearsipan dan penyajian arsip sebagai sumber informasi yang autentik dan terpercaya. Mempelajari tentang tata cara pembuatan persuratan dinas dan pemberkasan arsip aktif serta tata cara menyimpan dan menyusun daftar arsip inaktif dengan baik dan benar sesuai aturan yang berlaku. Analis Hukum Menghimpun, menganalisa, serta menelaah peraturan perundang-undangan. Melakukan pengumpulan serta mengolah bahan peraturan perundang-undangan pemilu dan pemilihan. Menyusun konsep penyusunan produk hukum pen dan (Keputusan Ketua KPU Acara Pleno KPU, dll).   Baca juga: Apa Saja Peluang Karier ASN KPU di Tingkat Provinsi, Kabupaten atau Kota? Wujudkan ASN yang Berkompeten Upaya kelembagaan KPU memperkuat jabatan fungsional mendorong ASN yang profesional, berintegritas, dan adaptif terhadap perubahan. Komitmen KPU menjalankan amanat sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang menghadirkan ASN sesuai dengan keahlian dan kompetensi kerja. (STE)