Berita Terkini

Sejarah Penuh Pengorbanan yang Menyelamatkan Generasi

Wamena – Hari Kesehatan Nasional atau disingkat HKN yang diperingati pada tanggal 12 November bukanlah sekedar tanggal merah di kalender Nasional melainkan sebagai pengingat kita sebagai bangsa Indonesia tentang akan pentingnya sebuah perjuangan melawan musuh yang tak terlihat, ia adalah sebuah penyakit, peringatan ini adalah doa atas harapan dan kegigihan serta tekad yang membara untuk menyelamatkan jutaan nyawa. Kisah di Balik Penetapan Tanggal, Pahlawan Sunyi Lawan Malaria Cikal bakal HKN berakar pada periode kelam tahun 1950-an, ketika wabah malaria menyelimuti Nusantara. Ribuan keluarga kehilangan orang-orang tercinta; produktivitas lumpuh karena penyakit sederhana yang merenggut kehidupan. Namun, bangsa ini tidak menyerah. Pemerintah, dengan dukungan petugas kesehatan yang berani, melancarkan "perang" dengan senjata sederhana: penyemprotan massal DDT. Ini adalah kisah tentang para pahlawan sunyi yang berjalan dari rumah ke rumah, menerobos hutan, dan menyeberangi sungai demi memastikan setiap keluarga terlindungi. Puncaknya pada 12 November 1964, ketika program ini diakui sebagai keberhasilan besar. Tanggal itu menjadi simbol bahwa ketika masyarakat dan pemerintah bergerak bersama, keajaiban kesehatan dapat terwujud. Baca juga: Sebuah Perayaan Cinta yang Tak Pernah Usai Membangun Martabat Manusia Di era modern, HKN telah berevolusi, namun semangatnya tetap sama, menjaga martabat manusia. Tujuannya kini lebih dalam daripada sekadar membasmi penyakit. HKN mengajak kita untuk. Melihat ke Dalam Diri Mengingatkan setiap individu untuk memprioritaskan diri sendiri, bahwa sehat adalah modal untuk mencintai dan dicintai. Merangkul Sesama, Mendorong kepedulian terhadap tetangga, kerabat, dan komunitas, memastikan tidak ada satu pun yang tertinggal dari akses pelayanan kesehatan yang layak. Investasi Masa Depan Hari Kesehatan nasional adalah panggilan untuk membangun fondasi yang kokoh agar anak cucu kita dapat tumbuh tanpa dibayangi ketakutan penyakit yang seharusnya bisa dicegah. HKN, pada intinya, adalah perayaan atas potensi kemanusiaan kita untuk saling peduli. Ia mengingatkan bahwa di setiap pemeriksaan kesehatan, di setiap imunisasi, dan di setiap penyuluhan sederhana di desa, terdapat harapan besar untuk kehidupan yang lebih baik, lebih sehat, dan lebih bahagia bagi seluruh rakyat Indonesia. (AAZ) Baca juga: Sosok Sederhana dibalik Ketegasan dan Kasih Tanpa Syarat

Mengenal Frans Kaisiepo: Sosok Pahlawan dari Papua

Wamena - Frans Kaisiepo merupakan salah satu pahlawan nasional Indonesia yang berasal dari Biak, Papua. Frans lahir di Wardo, Biak, 10 Oktober 1921 dari pasangan Albert Kaisiepo dan Albertina Maker.  Masa Kecil Frans Kaisiepo Frans merupakan sulung dari enam bersaudara yang pada masa kecilnya, ia diasuh oleh tante dari pihak Ayah. Ini terjadi karena sejak kecil, Ibu Frans sudah meninggal dunia. Meski tidak tinggal bersama Ayahnya, sebagai anak sulung, Frans dituntut untuk memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi.  Seiring berjalannya waktu, Frans tumbuh menjadi remaja yang semakin matang dan dewasa. Selain berjiwa pemimpin, kepribadiannya juga terbentuk menjadi anak yang cepat beradaptasi sehingga banyak yang menyayanginya. Memasuki usia 12 tahun, Frans mengikuti tradisi sukunya yaitu Biak Numfor. Tradisi tersebut ialah melakukan upacara yang melambangkan bahwa dirinya sudah dewasa dan diterima dalam pergaulan pria. Selanjutnya Frans diberi pendidikan moral, kecakapan kerja, dan kepahlawanan. Dari tradisi inilah Frans mendapatkan ilmu-ilmu perang seperti cara memanah, lempar tombak, menggunakan perisai, bahkan belajar tari-tarian perang. Sembari mendapatkan pendidikan adat, Frans juga masuk ke sekolah formal yakni Sekolah Desa Kelas 3.  Jejak Pendidikan dan Karir Frans Kaisiepo Setelah lulus dari Sekolah Desa Kelas 3, Frans melanjutkan pendidikannya ke Vervolgschool atau Sekolah Sambungan di Korido, Kecamatan Supiori. Atas kemauan yang kuat dan dukungan keluarga, Frans akhirnya bisa lulus dengan segelintir prestasi pada tahun 1934. Tak sampai di situ, Frans juga melanjutkan pendidikan di Sekolah Guru di Miei, Wandamen, lalu akhirnya lulus pada 1936. Frans melanjutkan karir menjadi seorang guru dan berpindah-pindah mengajar ke beberapa sekolah. Ia kerap diberi amanah untuk menjadi kepala sekolah di sejumlah SD dalam kurun waktu yang berbeda-beda. Hingga pada akhirnya, Frans berlabuh di Sekolah Rakyat Kpudori, Biak dengan jabatan sebagai kepala sekolah. Sayangnya, pasukan Jepang datang menduduki Irian Barat. Sebagai pegawai pemerintahan, Frans ditawan dan dijadikan mandor pada sebuah perusahaan kapas milik Jepang di Manokwari. Beruntungnya, nasib baik masih menyertai langkah Frans. Setelah Jepang kalah oleh sekutu, Frans melanjutkan pendidikan dengan mengikuti kursus Sekolah Bestuur atau Pamong Praja. Disinilah perjalanan karirnya dalam bidang pemerintahan dimulai. Pada tahun 1953, Frans menduduki beberapa posisi dari waktu ke waktu. Mulai dari kepala Distrik Ransiki Manokwari, Kepala Distrik Kokas Fak-Fak, Kepala Pemerintah Setempat Sukarnopura, sampai Wakil Residen di Sukarnopura. Tepat 10 November 1964, ia diangkat menjadi Gubernur/Kepala daerah Tingkat I Irian barat selama dua periode. Saat masa jabatannya selesai, Frans ditarik ke pusat dan diangkat menjadi Anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia sampai akhir hayatnya. Perjuangan Frans Kaisiepo Mempertahankan Kemerdekaan Usai Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 atas Jepang, Belanda kembali berupaya menguasai wilayah Papua pada 31 Agustus 1945. Di sini Frans Kaisiepo mengambil peran besar dalam menegakkan eksistensi Republik Indonesia. Ia menciptakan sejarah dengan menjadi orang pertama yang mengibarkan bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya di Papua. Frans banyak berjuang di bidang politik. Pada tahun 1946, Frans adalah satu-satunya orang asli Papua yang diutus Nederlands Nieuw Guinea pada Konferensi Malino di Sulawesi Selatan. Di sana dia menentang keras rencana penggabungan Maluku dan Papua menjadi Negara Indonesia Timur. Frans mengusulkan nama "Irian" untuk menggantikan "Papua", yang diambil dari bahasa Biak yang berarti "beruap" atau "panas". Nama ini kemudian digunakan secara resmi untuk menyebut wilayah tersebut. Dalam konferensi tersebut, ia dengan tegas menolak rencana Belanda yang ingin membentuk negara boneka di Papua. Ia juga mengusulkan agar nama "Irian" digunakan untuk menggantikan "Papua," yang kemudian menjadi nama resmi provinsi tersebut setelah bergabung dengan Indonesia. Dalam mempertahankan kemerdekaan, Frans kemudian mendirikan Partai Indonesia Merdeka di Biak. Aksinya kemudian tidak berhenti di sana, ia melakukan segelintir perlawanan mempertahankan kemerdekaan hingga dipenjarakan oleh Belanda pada 1954 sampai 1961. Setelah keluar dari penjara pada 1961, Frans mendirikan Partai Irian Sebagian Indonesia untuk menuntut penyatuan Papua dengan republik Indonesia. Pada tahun yang sama, Presiden Soekarno membentuk Tiga Komando rakyat yang menghasilkan Perjanjian New York. Perjanjian yang lahir pada 1 Mei 1963 itu memutuskan wilayah Papua dikembalikan dari Belanda ke Indonesia. Pemerintah RI pun menggunakan nama warisan dari Frans yaitu Irian Jaya pada 1969. Berkat usahanya yang menyatukan Papua dengan Indonesia, pada tahun 1973, Frans dipilih menjadi anggota parlemen untuk Papua pada pemilihan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Lalu ia diangkat menjadi Dewan Pertimbangan Agung sebagai wakil untuk urusan Papua pada 1977. Dari sejumlah perjuangannya, Frans dianugerahi penghargaan Bintang Maha Putra Adi Pradana Kelas Dua. Bukan cuma itu, namanya juga diabadikan sebagai salah satu kapal peran TNI Angkatan Laut, KRI Frans Kaisiepo 368, serta bandar udara di Pulau Biak, Papua. Berdasarkan Keputusan Presiden nomor 077/TK/1993, Frans Kaisiepo pada akhirnya ditetapkan sebagai pahlawan nasional Indonesia dari Papua. Bahkan hingga saat ini, wajahnya terpampang pada pecahan rupiah bernilai Rp.10.000 emisi 2016. Arti Frans Kaisiepo bagi Masyarakat Papua  Atas semua perjuangan yang telah dilakukan, Frans menunjukkan sosok nasionalis yang berani dan visioner. Ia tidak hanya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, tetapi juga memastikan bahwa Papua menjadi bagian dari negara ini. Bagi masyarakat Papua, Frans Kaisiepo adalah sosok pejuang yang memiliki peran besar dalam sejarah wilayah tersebut. Ia bukan hanya seorang politisi, tetapi juga seorang pemimpin yang memperjuangkan kesejahteraan rakyat Papua serta integrasi mereka dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dedikasinya dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat Papua serta semangat nasionalismenya menjadikannya salah satu tokoh penting dalam sejarah Indonesia. Frans wafat pada 10 April 1979 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cendrawasih di Kampung Mokmer, Kabupaten Biak Numfor, yang sekarang menjadi Makam Pahlawan Nasional Indonesia Frans Kaisiepo. (FPH)  Baca juga: Profil Ribka Haluk

Sainte Lague vs Metode D Hondt: Mana yang Lebih Adil dalam Pemilu?

Wamena – Dalam sistem pemilihan ada 2 yang kita kenal yaitu sistem proporsional terbuka dan proporsional tertutup, dan saat pembagian kursi di legislatif menjadi isu yang sangat penting yang akan menentukan keseimbangan dalam tatanan politik. Dua metode yang biasanya sangat sering digunakan di dunia yaitu Sainte Lague dan D’Hondt . di dalam kedua metode ini sama – sama mempunyai tujuan yaitu untuk menciptakan representasi yang proporsional antara jumlah suara dengan kursi yang akan didapat oleh sebuah partai, namun kedua metode ini mempunyai pendekatan yang berbeda. Sainte Lague: Menjaga Keseimbangan bagi Partai Kecil dan Besar Metode Sainte Lague , yang digunakan oleh Indonesia sejak Pemilu yang berlangsung pada tahun 2019, itu dinilai lebih memberikan rasa keadilan bagi sebuah partai kecil dan menengah. Dan di dalam sistem ini membagi jumlah suara di setiap partai dengan angka ganjil berurutan (1,3,5,7, dan seterusnya), sehingga mempunyai peluang untuk partai kecil agar tetap terbuka untuk mendapatkan perolehan kursi di parlemen. Dengan demikian metode sainte lague ini dianggap sangat mampu untuk memperkuat pluralisme dalam dunia politik dan juga mencegah adanya dominasi partai besar di parlemen. Metode D’Hondt : sebuah keuntungan untuk partai yang besar Berbeda dengan Sainte Lague , metode D’hondt cenderung akan memberikan keuntungan untuk partai yang besar, karena dalam sistem ini suara partai akan dibagi dengan bilangan berurutan (1,2,3,4, dan seterusnya), sehingga membuat partai yang mempunyai perolehan suara tertinggi akan lebih cepat mendapatkan kursi tambahan. Di dalam sistem ini biasanya banyak yang menerapkan di negara-negara Eropa contoh seperti Spanyol dan Belgia, karena mereka menganggap bahwa sistem ini lebih stabil bagi Pemerintahan. Tetapi, di sisi yang berbeda sebuah partai kecil akan sering kali tersisih, dan akan membuat keberagaman dalam politik berkurang. Perbandingan langsung antara Sainte Lague dengan Metode D’Hondt Diantara kedua sistem ini memiliki perbandingan diantaranya: 1.    Sainte Lague ·         Adil bagi partai kecil dan menengah ·         Sistem pembagian menggunakan bilangan ganjil (1,3,5,7, dan seterusnya) ·         Mempunyai kelemahan yaitu bisa menyebabkan parlemen terfragmentasi 2.    Metode D’Hondt ·         Stabil bagi para partai – partai besar ·         Sistem pembagian menggunakan bilangan berurutan (1,2,3,4, dan seterusnya) ·         Mempunyai kelemahan representasinya kurang proporsional Metode mana yang lebih adil bagi Indonesia? Di dalam konteks Indonesia ini mempunyai banyak Partai Politik, sehingga metode Sainte Lague akan dianggap paling sesuai dan adil. Sistem ini sangat membantu dalam menjaga keberagaman dalam politik, dan juga dapat mencegah adanya dominasi satu atau dua partai besar. Walau begitu, ada sebuah tantangannya yaitu menjaga stabilitas pemerintahan Ketika parlemen terlalu terfragmentasi. Tidak ada yang Sempurna, Tetapi ada yang lebih sesuai Diantara kedua metode ini mempunyai sebuah kelebihan dan kekurangannya masing – masing. Namun dalam praktiknya, pilihan metode harus sesuai dengan karakter politik dan sistem kepartaian di sebuah negara. (REZ) Baca juga: Mengapa Indonesia Memilih Metode Sainte Lague dalam Pemilu? Begini Alasannya!

Sebuah Perayaan Cinta yang Tak Pernah Usai

Wamena - Sebuah momen untuk kita renungkan dan menundukkan kepala sebuah makna yang bukan sekedar ucapan hari ibu yang dirayakan setiap tahunnya, bukan hanya sekedar memberikan bunga atau sekedar ucapan tetapi untuk mengingat sebuah perjuangan Panjang tanpa pamrih tanpa pamrih yang menjadi sumber kehidupan tentang cinta dan ketulusan yang murni dari kalbu yang terdalam. Kisah-Kisah Sederhana yang Menghangatkan Hati Di berbagai daerah, perayaan Hari Ibu tak hanya diisi dengan seremoni, tetapi juga dengan kisah-kisah sederhana yang menyentuh hati. Ada anak yang pulang kampung hanya untuk memeluk ibunya, ada pula yang mengirimkan pesan suara penuh rindu karena jarak memisahkan. Semua dilakukan atas satu alasan yang sama  cinta yang tak pernah lekang oleh waktu. Guru Pertama dalam Kehidupan Ibu bukan hanya sosok yang melahirkan, tetapi juga guru pertama dalam hidup. Dari tangannya, kita belajar berjalan, berbicara, hingga mengenal arti kesabaran. Di tengah segala kesibukan zaman, banyak dari mereka masih setia menyiapkan sarapan, menenangkan hati anak yang terluka, atau sekadar memastikan keluarganya merasa dicintai. Baca juga: Rekonsiliasi, Jalan Kembali Merajut Persatuan dan Kedamaian Momentum untuk Menghargai Setiap Kasih Peringatan Hari Ibu tahun ini menjadi ajakan bagi semua orang untuk berhenti sejenak dan menyadari: kasih seorang ibu bukan hanya untuk dirayakan, tetapi untuk dijaga setiap hari. Karena di balik senyum yang lelah, selalu ada kekuatan yang menjaga kita tetap berdiri. Pesan Cinta yang Abadi Surga ada di telapak kaki ibu. Kalimat sederhana ini mengingatkan kita bahwa di balik setiap langkah besar, selalu ada doa seorang ibu yang bekerja dalam diam. Maka, Hari Ibu  adalah untuk setiap pelukan yang menyembuhkan, setiap air mata yang disembunyikan, dan setiap cinta yang tak pernah meminta balasan. (AAZ) Baca juga: Sosok Sederhana dibalik Ketegasan dan Kasih Tanpa Syarat

Apa itu Republik?

Wamena – Kata republik sering kali kita dengar dalam sistem pemerintahan di Indonesia, terutama dalam membahas sistem pemerintahan di Indonesia. Sebagai warga negara yang baik kita harus memahami arti dari republik. Pengertian Republik Republik adalah bentuk pemerintahan dalam menempatkan kedaulatan tertinggi di tangan rakyat. Para wakil rakyat dipilih untuk menjalankan pemerintahan, para wakil rakyat dipilih melalui pemilihan umum (pemilu) baik secara langsung maupun tidak langsung. Presiden adalah kepala negara dalam sistem republik, bukan seorang raja atau perdana menteri. Presiden di Indonesia memiliki masa jabatan selama lima (5) tahun. Ciri-ciri Pemerintahan Republik Berikut ciri-ciri pemerintahan republic, diantaranya: a.     Kepala negara dipilih untuk masa jabatan tertentu. b.     Kedaulatan terbesar berada di tangan rakyat. c.      Rakyat memiliki peran aktif. d.     Adanya pembagian kekuasaan antara eksekutif, legislatif dan yudikatif. e.     Dasar utama dalam menjalankan pemerintahan adalah hukum yang berlaku. Tujuan Sistem Republik Sistem republik mempunyai tujuan untuk menciptakan pemerintah yang demokratis, adil dan mementingkan kepentingan bersama. Sistem republik ini adalah partisipasi, keterbukaan, dan tanggung jawab pemerintah kepada rakyat. Rakyat memiliki hak untuk mengawasi dan menilai jalannya pemerintahan di Indonesia ini. Republik bukan sekedar bentuk pemerintah melainkan perwujudan dan cita-cita demokrasi yang menempatkan rakyat diatas segalanya. Harapannya ini menjadi tanggung jawab bersama untuk menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju, sejahtera dan demokratis. (ANY) Baca juga: Lembaga Legislatif: Pilar Demokrasi yang Menjaga Suara Rakyat

Wajib Tahu! 11 Prinsip Pemilu

Wamena - Prinsip, pada dasarnya, adalah aturan atau pedoman dasar yang digunakan untuk mengarahkan perilaku dan keputusan yang berlaku. Prinsip dibutuhkan untuk membantu dalam menentukan benar dan salah, serta menjadi pedoman berperilaku dalam berbagai situasi.  Dalam melaksanakan pemilu yang jujur, adil dan berintegritas, diawali dengan dilakukan perencanaan, pelaksanaan dan penetapan hasil yang didalamnya perlu pedoman prinsip yang wajib untuk dilaksanakan.  Prinsip bertugas sebagai pedoman dan arah kompas untuk bergerak, sehingga melalui penerapan prinsip ini, tujuan Pemilu dapat tercapai sesuai dengan apa yang diharapkan.  Berikut 11 Prinsip Pemilu:  Mandiri Penyelenggaraan Pemilu bersifat independen, bebas dari pengaruh atau tekanan pihak mana pun baik pemerintah, partai politik, maupun kelompok kepentingan lain. Tujuan untuk menjamin netralitas dan menjaga kepercayaan publik terhadap hasil Pemilu. Jujur Semua tahapan Pemilu harus dilaksanakan dengan kejujuran, tanpa adanya manipulasi, kecurangan atau penyalahgunaan kewenangan. Artinya, setiap data, hasil dan proses harus ada adanya sesuai dengan kenyataan. Adil Keterlibatan semua peserta dalam Pemilu dan juga pemilih mendapatkan perlakukan yang sama, merata, tanpa adanya diskriminasi. Penyelenggaraan harus berpedoman dengan menegakkan aturan secara konsisten dengan tidak adanya unsur keberpihakan. Berkepastian Hukum Semua tindakan penyelenggara harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini menjadi penting untuk mencegah keputusan yang sewenang-wenang dan tetap memastikan keadilan hukum. Tertib Proses tahapan Pemilu dilakukan secara terencana, teratur, dan sesuai dengan jadwal. Hal ini guna mencegah kekacauan administratif dan menjamin kelancaran seluruh proses. Terbuka Proses Pemilu harus transparan, dapat diakses publik, dan dapat diawasi oleh masyarakat. Tujuannya agar publik bisa ikut mengontrol, dan juga memastikan integritas penyelenggaraan Pemilu secara inklusif.  Proposional Segala kebijakan dan keputusan diambil secara seimbang dan sesuai dengan proporsinya. Tidak boleh secara berlebihan, tidak berat sebelah, dan sesuai kapasitas, kebutuhan, serta peruntukannya. Profesional Penyelenggara Pemilu harus bekerja dengan keahlian, disiplin tinggi, serta tanggung jawab. Hal ini menunjukkan kompetensi dan integritas dalam menjalankan tugas.  Akuntabel Semua kegiatan dan keputusan dapat dipertanggungjawabkan secara moral, hukum, dan administratif. Setiap penggunaan anggaran serta kebijakan harus transparan dan jelas pada dasarnya.  Efektif Setiap kegiatan Pemilu harus mencapai tujuan dengan tepat sasaran. Tidak hanya dilakukan, tapi juga harus memberi hasil yang nyata. Efisien Pemilu dilaksanakan dengan penggunaan sumber daya (anggaran, waktu, tenaga) secara hemat dan optimal tanpa mengurangi kualitas pelaksanaan. Artinya, harus kerja cerdas, bukan hanya kerja keras.  Dengan menerapkan 11 Prinsip Dasar Penyelenggara Pemilu, KPU Papua Nduga berkomitmen memperkuat tata kelola demokrasi yang bersih, transparan, dan berintegritas. Prinsip-prinsip ini menjadi arah bergerak seluruh penyelenggara dalam menjaga kepercayaan publik serta memastikan setiap suara rakyat dihargai dengan adil. Dengan menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut, penyelenggara Pemilu terkhusus di Papua Pegunungan terus berupaya menghadirkan proses demokrasi yang aman, inklusif, dan bermartabat. (FPH) Baca juga: DPT, DPTb dan DPK dalam Pemilu