Pemungutan Suara Ulang: Faktor, Syarat dan Mekanisme
Wamena - Pemungutan Suara Ulang (PSU) bisa terjadi dikarenakan kondisi tertentu, seperti adanya pelanggaran Undang-undang, bencana alam, kerusuhan, serta kendala lainnya yang menyebabkan kegiatan mengulang proses pemungutan suara atau penghitungan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Undang-undang yang menetapkan pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang melalui UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pasal 372 ayat (2) yang mengatur bahwa pemungutan suara di TPS dapat diulang apabila terjadi bencana alam dan kerusuhan yang mengakibatkan hasil pemungutan suara tidak dapat digunakan atau penghitungan suara tidak dapat dilakukan. Ditambahkan pada ayat (2) bahwa pemungutan suara di TPS wajib diulang apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan pengawas TPS terbukti terdapat keadaan: Pembukaan kotak dan/atau berkas pemungutan dan penghitungan suara tidak dilakukan menurut tata cara yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; Petugas KPPS meminta pemilih memberikan tanda khusus, menandatangani, atau menuliskan nama atau alamat, pada surat suara yang sudah digunakan; Petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh pemilih sehingga surat suara tersebut menjadi tidak sah, dan/atau; Pemilih yang tidak memiliki kartu tanda penduduk elektronik dan tidak terdaftar di daftar pemilih tetap dan daftar pemilih tambahan. Faktor-faktor yang Memungkinkan Pemungutan Suara Ulang (PSU) serta Mekanisme Pelaksanaannya Berdasarkan aturan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pasal 372 menyebutkan persyaratan pelaksanaan PSU, yaitu: Pemungutan suara di TPS bila diulang bila terjadi bencana alam dan/atau kerusuhan. Dampak dari bencana tersebut membuat hasil pemungutan suara tidak bisa digunakan atau penghitungan suara tidak bisa dilakukan. Pemungutan suara di TPS wajib diulang bila berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan dewan pengawas TPS menemukan bukti adanya beberapa kejadian yang membuat tidak sah proses Pemilu. Prosedur dan mekanisme untuk menyelenggarakan PSU lebih lanjut diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam aturan tersebut, Pasal 373 disebutkan aturan yang lebih terperinci, yaitu: Ayat 1 menyebutkan bahwa KPPS mengusulkan penyelenggaraan PSU berdasarkan penyebab-penyebab yang diperbolehkan dalam UU. Ayat 2 menyebutkan bahwa usul PSU dari KPPS tersebut akan diteruskan kepada PPK. Kemudian PPK mengajukan kepada KPU tingkat kabupaten/kota untuk kemudian diambil keputusannya. Ayat 3 menyebutkan bahwa PSU akan dilaksanakan di TPS maksimal 10 (sepuluh) hari pasca pemungutan suara sesuai keputusan KPU kabupaten/kota. Dengan memahami faktor penyebab serta mekanisme pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU), masyarakat diharapkan semakin sadar akan pentingnya menjaga integritas dan transparansi proses pemilu. PSU bukan semata pengulangan, melainkan bentuk komitmen penyelenggara pemilu untuk memastikan setiap suara dihitung secara jujur dan adil. Melalui pelaksanaan yang sesuai aturan, kepercayaan publik terhadap hasil pemilu dapat terus terjaga demi terwujudnya demokrasi yang berkualitas. (FPH) Baca juga: DPT, DPTb dan DPK dalam Pemilu