Berita Terkini

DPT, DPTb dan DPK dalam Pemilu

Wamena - Pemilihan Umum (Pemilu) tidak lepas dari peran pemilih dalam keberlangsungannya. Pada Pemilu tahun 2024, terdapat 3 kategori pemilih, yakni, pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), pemilih dalam Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), dan pemilih dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK). Tentang DPT, DPTb, dan DPK Mereka yang masuk dalam kategori DPT adalah mereka yang merupakan Warga Negara Indonesia (WNI) yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih dan telah diverifikasi serta ditetapkan oleh KPU.  Sementara, DPTb adalah pemilih yang sudah terdaftar dalam DPT, namun karena alasan tertentu tidak dapat menggunakan hak pilih di Tempat Pemungutan Suara (TPS) tempat ia terdaftar, sehingga melakukan pindah memilih dari TPS awal. Sedangkan, DPK adalah pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT maupun daftar DPTb, tetapi dapat menggunakan hak pilihnya di TPS sesuai alamat yang tertera di KTP elektronik dengan syarat harus memiliki KTP elektronik.  Beda Kategori Pemilih, Beda Dokumen yang dibawa  Dilansir dari Instagram resmi KPU Ri, berikut perbedaan mekanisme pencoblosan bagi pemilih yang terdaftar sebagai DPT, DPTb, atau DPK: Pemilih yang tercatat di DPT Pemilih dengan kategori ini dapat menggunakan hak pilihnya mulai pukul 07.00-13.00, dengan membawa dokumen, KTP-el atau surat keterangan (suket), dan Formulir Model C Pemberitahuan-KPU (undangan mencoblos) Pemilih yang tercatat di DPTb Pemilih dengan kategori ini memiliki kesempatan mencoblos yang sama dimulai dari pukul 07.00-13.00, dengan membawa dokumen, KTP-el atau surat keterangan (suket), dan Formulir Model A-Surat Pindah Pemilih  Pemilih yang tercatat di DPK Berbeda dengan 2 kategori pemilih sebelumnya, kategori pemilih ini dapat menggunakan hak pilihnya pada pukul 12.00-13.00 di waktu setempat atau satu jam sebelum TPS ditutup, dengan membawa dokumen, KTP-el atau surat keterangan (suket). Dengan memahami perbedaan kategori pemilih, masyarakat dapat melihat bagaimana proses pemutakhiran data pemilih berperan penting dalam memastikan setiap warga negara mendapatkan hak pilihnya secara adil. Meski pemilu telah usai, pemahaman ini tetap relevan sebagai pembelajaran untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi pada pemilu berikutnya. Kesadaran terhadap pentingnya data pemilih yang akurat menjadi dasar bagi terselenggaranya pemilu yang transparan, inklusif, dan demokratis. (FPH)  Baca juga: Kilas Balik Manajemen Logistik Pemilu 2024 di Daerah Terpencil, Begini Cara KPU Kabupaten Nduga Mengatasinya  

Apa Saja Peluang Karier ASN KPU di Tingkat Provinsi, Kabupaten atau Kota?

Wamena - Bila mendengar kata Komisi Pemilihan Umum (KPU) tentu kita akan akrab dengan istilah pemilu, namun tak banyak yang tahu bahwa ada peran Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bekerja secara profesional dalam struktur Sekretariat KPU/KIP di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Apakah kalian ingin bergabung sebagai ASN di lingkungan KPU/KIP Provinsi, Kabupaten/Kota? Mari simak penjelasan peluang karier ASN KPU di tingkat Provinsi, Kabupaten atau Kota. Perbedaan Jenjang Karier Provinsi, Kabupaten/Kota ASN KPU yang berkarier di tingkat provinsi memiliki dua tipe dalam struktur organisasi. Tipe Sekretariat KPU Provinsi dengan tipe A dan tipe B. Masing-masing tipe memiliki perbedaan jenjang karier sebagai ASN KPU tingkat provinsi.  Berikut penjelasan bagan struktur Sekretariat KPU/KIP Provinsi baik tipe A dan tipe B melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 21 Tahun 2023; 1. KPU/KIP Sekretariat Provinsi Tipe A meliputi Provinsi Jawa Barat, Jambi, Maluku, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Bengkulu, Nusa Tenggara Barat, Banten. Jawa Timur, Jawa Tengah,    DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Riau. 2. KPU/KIP Sekretariat Provinsi Tipe B meliputi Provinsi Papua Pegunungan, Papua Barat, Papua Barat Daya, Papua Selatan, Papua, Papua Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Maluku Utara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Sulawesi Utara, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, KIP Aceh, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tenggara. 3. KPU/KIP Kabupaten/Kota Baca juga: Sambut Sistem Merit ASN Perkuat Profesionalisme KPU Kabupaten Nduga KPU Melayani Karier yang ditawarkan berbagai prospek, pengembangan diri maupun jenjang karier oleh KPU. Sebuah tempat untuk kamu yang meniti karier di bidang pelayanan publik, administrasi pemerintahan, dan penyelenggaraan demokrasi. Melalui tagline KPU Melayani menjadi dorongan dalam semangat melayani sebagai ASN yang berintegritas dan berakhlak. (STE)

Elektoral adalah: Pengertian, Jenis dan Contohnya dalam Pemilu

Wamena – Sistem Elektoral merupakan salah satu elemen paling fundamental dalam suatu proses Demokrasi dijaman modern ini, memahami terkait sistem elektoral saat ini sangatlah penting bagi seluruh Masyarakat yang akan berpartisipasi dan ikut aktif dalam dunia politik. Dalam setiap penyelenggaraan Pemilihan, kalimat elektoral sering muncul baik itu konteks sistem pemilihan, strategi kampanye, ataupun perilaku pemilih. Tetapi, masih banyak masyarakat yang mungkin masih belum mengerti apa aitu elektoral lalu bagaimana jenis-jenisnya kemudian contohnya di Indonesia. Pengertian Elektoral Secara umum dijelaskan bahwa elektoral berasal dari kalimat electoral yang artinya adalah berhubungan dengan pemilihan. Namun dalam konteks di dunia politik dan pemerintahan, elektoral adalah suatu hal yang berkaitan dengan suatu proses pemilihan, baik itu dalam segi sistem, mekanisme, maupun perilaku politik pemilih peserta pemilu. Sistem elektoral menjadi bagian yang sangat penting dalam menentukan suatu proses bagaimana suara masyarakat diartikan bisa menjadi kursi di Lembaga legislative atau jabatan eksekutif. Jenis – Jenis Sistem Elektoral Sistem elektoral memiliki beberapa jenis yang dipakai di berbagai negara, berikut jenis – jenisnya: 1.    Sistem Mayoritas (Majoritarian System) Contohnya: Pemilihan Presiden Republik Indonesia menggunakan sistem dua putaran 2.    Sistem Proporsional (Proportional Representation) Contohnya: pemilihan anggota DPR RI di Indonesia menggunakan sistem Proporsional Terbuka 3.    Sistem Campuran (Mixed System) Contoh: beberapa negara seperti Jepang dan Jerman menggunakan sistem campuran Contoh Penerapan Sistem Elektoral dalam Pemilihan di Indonesia Di Indonesia, sistem elektoral telah mengalami perkembangan yang terlebih sejak era reformasi, beberapa contoh diantaranya: Pemilihan Presiden beserta Wakil Presiden menggunakan sistem dua putaran Pemilihan DPD, DPR dan DPRD menggunakan sistem proporsional terbuka Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) menggunakan mayoritas sistem satu putaran, kecuali jika tidak ada pasangan calon yang memenuhi 50% + 1 suara Selain itu Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga mempunyai peran yang sangat penting dalam proses dan memastikan sistem elektoral berjalan secara adil, jujur dan transparan. Sistem Elektoral merupakan bagian dari Jantung Demokrasi Melalui sistem inilah suara dari Masyarakat diolah menjadi sebuah dasar legitimasi bagi seorang pemimpin dan wakil rakyat. Dengan memahami sistem elektoral, Masyarakat diharap dapat lebih mempunyai kesadaran tentang pentingnya partisipasi aktif dalam setiap pemilihan. (REZ)  Baca juga: Fenomena Kotak Kosong Pilkada di Indonesia: Antara Hak Konstitusional, Makna Politik, dan Kualitas Demokrasi

Elektabilitas dalam Dunia Politik Indonesia

Wamena -  Elektabilitas sering muncul menjelang pemilihan umum, terutama ketika lembaga survei merilis hasil jajak pendapat dari masyarakat mengenai bakal calon presiden, kepala daerah, atau partai politik. tetapi, apa sebenarnya arti elektabilitas dan mengapa ini begitu penting dalam dunia politik. Elektabilitas secara gampang di artikan tingkat keterpilihan seseorang calon atau partai politik dalam suatu ajang kontestasi  pemilihan umum. Istilahlah ini berasal dari kata bahasa Inggris electability, yang artinya mengacu pada besaran peluang seorang kandidat untuk dipilih. Elektabilitas umumnya diukur melalui lembaga survei independen dengan melibatkan beberapa responden dari berbagai lapisan masyarakat. Hasil survei akan menunjukan persentase dukungan publik terhadap tokoh atau partai tertentu. Elektabilitas dan Popularitas Masyarakat sering salah dalam mengartikan elektabilitas dengan popularitas, padahal keduanya memiliki makna yang berbeda. Popularitas menunjukkan seberapa dikenal seorang tokoh oleh masyarakat, sementara elektabilitas menggambarkan seberapa besar kemungkinan orang memilih tokoh tersebut dalam suatu pemilihan. sehingga, seseorang bisa sangat populer tetapi belum tentu memiliki elektabilitas tinggi jika publik tidak percaya pada kemampuan atau integritasnya. Baca juga: Sistem Kapitalisme, Akar Muasal Sejarah di Indonesia Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Elektabilitas Banyak aspek yang memengaruhi tingkat elektabilitas seseorang, antara lain, Rekam jejak dan kinerja publik. Integritas dan kepercayaan masyarakat. Program kerja dan visi misi politik. Strategi komunikasi dan citra publik. Selain itu, kondisi sosial, ekonomi, dan isu politik yang sedang berkembang juga dapat memengaruhi pilihan masyarakat. Elektabilitas dalam Pemilihan Umum Bagi banyak partai politik dan kandidat, elektabilitas akan menjadi tolok ukur krusial dalam hal menentukan strategi kampanye agar dapat kepercayaan publik. Semakin tinggi elektabilitas seseorang, semakin besar peluangnya untuk diusung oleh partai-partai politik dan dicalonkan sebagai calon kandidat untuk memenangkan kontestasi. Akan tetapi, hasil survei elektabilitas tidak selalu mencerminkan hasil akhir pemilu, sebab preferensi pemilih dapat berubah karena beberapa  seperti factor seperti isu politik, kinerja, atau kampanye pesaing yang lebih massif dan mendapat simpati dari publik. Elektabilitas Cerminan Kepercayaan Publik Elektabilitas tidak hanya sekadar angka hasil survei, tetapi cerminan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap calon pemimpin yang akan dipilih. Untuk menjaga dan meningkatkan elektabilitas, calon pemimpin perlu menunjukkan kerja nyata dan hasil yang nyata, integritas tinggi, serta komunikasi politik yang jujur dan terbuka. (AAZ)

Arti Bhinneka Tunggal Ika

Wamena – Salah satu pilar utama untuk menjaga keutuhan dan persatuan bangsa Indonesia merupakan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Simbol toleransi, persaudaraan ditengah keberagaman agama, ras, suku, budaya yang dimiliki Indonesia dapat diartikan sebagai “Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Pengertian Bhinneka Tunggal Ika Kata “Bhinneka” secara harfiah berarti beraneka ragam, sedangkan kata “Tunggal“ mempunyai makna satu, dan kata “Ika” berarti itu. Arti semboyan ini melambangkan persatuan dalam keanekaragaman. Keanekaragaman di Indonesia terdiri dari ratusan suku bangsa, berbagai agama, lebih dari puluhan ribu pulau menjadikan rakyat Indonesia tetap bersatu didalam satu negara, satu tujuan, satu bahasa yaitu bahasa Indonesia. Nilai-nilai dari Bhinneka Tunggal Ika Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara umum mengandung nilai-nilai luhur yang telah menjadi pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara, antara lain: Persatuan dan kesetaraan, menolak perpecahan dan diskriminasi. Sebagai bangsa Indonesia yang baik kita harus mengedepankan kepentingan publik daripada kepentingan pribadi, bersatu, saling bekerja sama untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik. Toleransi, menghormati perbedaan budaya, keyakinan, suku, dan pandangan hidup. Sebagai bangsa Indonesia yang baik kita harus menghormati segala aspek perbedaan yang ada. Dengan demikian kita dapat bersatu melalui perbedaan. Keadilan sosial, menghargai hak setiap warga negara tanpa membeda-bedakan. Sebagai bangsa Indonesia yang baik, kita harus menghargai satu sama lain dan bersikap adil. Dengan demikian terciptanya lingkungan yang harmonis. Gotong royong, mewujudkan kepentingan bersama. Sebagai bangsa Indonesia yang baik, kita harus saling bekerja sama dalam setiap kegiatan atau momen bersama agar kita dapat memupuk tali persaudaraan dan memperat rasa kepedulian sesama. Nilai-nilai yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika akan menjadi dasar yang kuat untuk membangun harmoni ditengah perbedaan yang ada dan menjaga stabilitas sosial serta menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju, adil dan makmur. Penerapan Bhinneka Tunggal Ika di Kehidupan Sehari-hari Penerapan dari semangat Bhinneka Tunggal Ika dapat dilihat berbagai aspek kehidupan, seperti: Menjaga kerukunan dilingkungan rumah, tempat kerja, sekolah maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Saling menghormati antar-umat beragama. Saling menghargai suku, budaya daerah lain. Mendukung kebijakan atau program-program pemerintah. Kiranya makna Bhinneka Tunggal Ika diatas bukan hanya sekedar semboyan semata, tetapi Bhinneka Tunggal Ika bisa kita jadikan sebagai identitas bangsa Indonesia. Melalui semangat Bhinneka Tunggal Ika, bangsa Indonesia menjadi bangsa yang dapat berdiri ditengah perbedaan yang ada. (ANY) Baca juga: Elektabilitas dalam Dunia Politik Indonesia

Rekam Sejarah Indonesia Raya: Yo Kim Tjan Sahabat WR Soepratman

Wamena – Mari belajar sejarah tentang hal yang mungkin terlupakan dalam peringatan Hari Sumpah Pemuda yang menjadi tonggak lahirnya semangat persatuan Indonesia. Namun, dibalik setiap perayaan upacara bendera, ada bagian-bagian dari kisah perjuangan Sumpah Pemuda yang memiliki semangat jiwa Indonesia merdeka. Banyak diantara kita mengingat ikrar Sumpah Pemuda dan lagu Indonesia Raya setiap dikumandangkan dalam upacara bendera. Ada tokoh yang memiliki peran besar untuk kita dapat mendengarkan lagu Indonesia Raya. Tokoh yang dimaksud merupakan sahabat Wage Rudolf Soepratman yang memperdengarkan lagu Indonesia Raya pada penutupan KOngres Pemuda II (28 Oktober 1928). Namun, pada masa kolonial, lagu-lagu berbau nasionalisme masih dilarang untuk umum. Naskah dan notasi lagu Indonesia Raya dapat dipertahankan oleh sahabat Wage Rudolf Soepratman yang memiliki peran penting didalamnya. Mari kita simak tokoh tersebut dibawah ini. Baca juga: Jejak Sejarah Sumpah Pemuda yang Masih Bernafas dari Jalan Kramat 106 Penerbitan Pertama Indonesia Raya Pada 1927, Wage Rudolf Soepratman dalam rangka menyiapkan lagu Indonesia Raya terutama untuk merekam suara di studio rekaman. Wage Rudolf Soepratman ditawarkan untuk merekam lagu Indonesia Raya oleh tiga orang pemilik studio rekaman di Batavia. Salah satunya, Yo Kim Tjan. Ia melakukan secara sukarela dan berisiko tinggi, karena menyebarkan simbol nasionalisme dapat diawasi bahkan ditangkap oleh pemerintah kolonial Belanda. Atas sumbangsih Yo Kim Tjan untuk pertama kalinya dalam sejarah lagu Indonesia Raya direkam sehingga dapat didengar lewat sebuah piringan hitam. Kala itu, Yo Kim Tjan Mengusulkan ada dua versi rekaman: Wage Rudolf Soepratman menyanyikan langsung dengan alunan biolanya. Irama keroncong tujuannya nada lagu terdengar familiar bagi warga Indonesia. Grup orkes Populair milik Yo Kim Tjan yang membawakannya dengan iringan Wage Rudolf Soepratman sebagai pemain biola. Ancaman pihak kolonial Belanda terhadap kehadiran lagu Indonesia Raya dianggap subversif akan tetapi Yo Kim Tjan berinisiatif untuk memperbanyak dan mengedarkan piringan hitam Indonesia Raya versi keroncong ke Inggris. Bentuk kepedulian generasi keturunan Yo Kim Tjan menyerahkan gramofon yang digunakan untuk merekam lagu Indonesia Raya kepada Kementerian Kebudayaan. Sebuah dukungan dalam melestarikan dan mengenang tokoh yang terlibat dalam sejarah Indonesia. Kisah Yo Kim Tjan menunjukkan bahwa perjuangan menuju kemerdekaan sebagai simbol solidaritas lintas etnis dan agama yang menjadi semangat utama Sumpah Pemuda 1928. Tanpa peran Yo Kim Tjan mungkin lgau Indonesia Raya tidak akan menyebar dan menjadi simbol lagu kebangsaan sampai saat ini. Pesan untuk Generasa Penerus Bangsa Dalam konteks KPU Kabupaten Nduga sebagai penyelenggara pemilu, menjadikan sosok Yo Kim Tjan, tokoh yang mengingatkan kita bahwa setiap peran yang diambil dengan niat tulus akan memberi dampak besar bagi bangsa Indonesia. KPU Kabupaten Nduga berkomitmen dalam menulis berita yang informatif untuk mengenang beragam jasa tokoh-tokoh dalam perjuangan persatuan dan kesatuan Indonesia Raya. (STE)