Apa itu Alat Kelengkapan Dewan: Arti dan Keterwakilan Perempuan Pasca Putusan MK
Wamena – Alat Kelengkapan Dewan (AKD) merupakan perangkat organisasi yang melaksanakan tugas dan wewenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai keterwakilan perempuan menjadi unsur penting yang mendukung kinerja DPR untuk berjalan efektif, transparan, dan sesuai tata tertib.
Baca juga: Perempuan dan Demokrasi: Pilar Penting dalam Mewujudkan Keadilan dan Kesetaraan
Arti dan Fungsi Alat Kelengkapan Dewan
Alat Kelengkapan Dewan (AKD) mengacu pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 terdiri dari beberapa unsur yang meliputi:
- Pimpinan DPR
- Badan Musyawarah (Bamus)
- Komisi
- Badan Legislasi (Baleg)
- Badan Anggaran (Banggar)
- Badan Akuntabilitas Keuangan Negara
- Badan Kerjasama Antar Parlemen
- Mahkamah Kehormatan Dewan
- Badan Urusan Rumah Tangga
- Panitia Khusus
Pembentukan dan pembagian tugas AKD bertujuan untuk fungsi DPR dalam legislasi, anggaran, dan pengawasan dapat dijalankan dengan terukur.
Putusan MK Terkait Keterwakilan Perempuan
Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya harus menjamin keterwakilan perempuan pengisian keanggotaan dan pimpinan AKD secara proporsional di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini disampaikan Wakil Ketua MK Saldi Isra, yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi enam hakim konstitusi lainnya, dalam sidang pleno Putusan Nomor 169/PUU-XXII/2024 pada Kamis (30/10/2025) di Gedung MK, Jakarta.
MK melalui amar putusan mengabulkan permohonan Pemohon I, Pemohon II, dan Pemohon IV untuk seluruhnya. Disisi lain, MK menyatakan dengan tegas bahwa sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 serta Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 bertentangan dengan UUD Tahun 1945 yang tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat tentang mengatur keterwakilan perempuan berdasarkan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota perempuan pada tiap-tiap fraksi.
Keterwakilan Perempuan Pasca Putusan MK
Politik hukum mengenai keterwakilan perempuan telah menjadi bagian dari sistem demokrasi Indonesia melalui ketentuan minimal 30 persen keterlibatan perempuan sebagaimana diatur dalam UU Partai Politik. Prinsip tersebut mewujudkan pemenuhan jumlah keterwakilan perempuan dalam daftar calon legislatif pada setiap tingkatan pemilihan.
Dasar pertimbangan MK terkait putusan keterwakilan perempuan sebagai berikut;
- Argumentasi para Pemohon mengenai kehadiran perempuan dengan bidang-bidang tertentu pada setiap AKD
- Indonesia telah menyepakati sasaran Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development goals, SDGs) yang hadir dengan kesetaraan dan pemberdayaan gender terutama memastikan partisipasi perempuan untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam kehidupan politik, ekonomi, dan publik.
Partai politik memiliki tanggung jawab untuk menempatkan kader perempuan dalam komisi dan badan-badan di DPR secara proporsional pasca putusan MK. Implementasi kebijakan diharapkan mampu memberikan ruang keterwakilan perempuan berperan aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan. Penguatan peran perempuan dalam alat kelengkapan dewan merupakan langkah nyata untuk mewujudkan parlemen yang inklusif, berkeadilan, dan demokratis. (STE)