Perempuan dan Demokrasi: Pilar Penting dalam Mewujudkan Keadilan dan Kesetaraan
Wamena - Dunia demokrasi tidak terbatas tentang berbicara seputar sistem politik atau pemilihan umum, tetapi juga tentang partisipasi aktif seluruh warga negara tanpa terkecuali dilibatkannya peran perempuan. Artinya perlu disadari bahwa perempuan bukan hanya objek pembangunan, tetapi juga subjek yang memiliki hak, suara, dan peran strategis dalam menentukan arah kebijakan bangsa.
Perempuan Sebagai Penopang Demokrasi
Keterlibatan perempuan secara aktif dalam berpolitik dan pemerintahan merupakan cerminan kualitas demokrasi di suatu negara. Idealnya demokrasi harus mampu memberikan ruang setara bagi semua gender dalam proses pengambilan keputusan.
Hadirnya peran perempuan terutama dalam lembaga legislatif dan eksekutif menunjukkan perspektif baru yang lebih terbuka. Peran yang tadinya terbatas hanya di ranah berumahtangga, nyatanya dapat beralih dengan mengambil kebijakan yang menitikberatkan pada aspek kesejahteraan sosial, pendidikan, kesehatan, dan keadilan gender.
Beberapa wakil perempuan yang memiliki nama besar dan ramai diperbincangkan atas kebijakan seperti DR. Ribka Haluk, S. SOS., MM, Staf Ahli Mendagri Bidang Aparatur dan Pelayanan Publik, Sherly Tjoanda sebagai Gubernur Provinsi Maluku Utara, Khofifah Indar Parawansa, seorang politikus Indonesia yang juga menjabat sebagai Gubernur Jawa Timur, dan nama besar lainnya.
Kehadiran beberapa nama yang disebutkan menjadi bukti bahwa peran dan kehadiran perempuan tidak lagi bisa dianggap sebelah mata, namun diperhitungkan sebagai pilar penting terutama dalam pembangunan bangsa secara berkelanjutan.
Tantangan yang Masih Dihadapi
Pemaparan mengenai kesetaraan gender telah menjadi komitmen global yang terus digaungkan, namun bukan berarti tidak ditemukan tantangan perempuan dalam berpartisipasi di dunia politik dan demokrasi.
Tantangan yang cenderung muncul dan masih dihadapi dalam mengefektifitaskan peranan perempuan diantaranya, budaya patriarki yang masih kuat dan memberi batas bagi ruang gerak perempuan. Akses pendidikan politik bagi perempuan khususnya di daerah terpencil. Keterbatasan dukungan struktural, seperti dana kampanye dan jaringan politik karena stigma negatif terhadap perempuan yang masih dianggap lemah.
Namun, semangat perempuan untuk terlibat dalam demokrasi tidak lantas surut begitu saja. Berkaca penuh dari nama besar yang duduk di kursi pemerintahan, hingga dunia global, banyak peran perempuan yang berhasil menorehkan prestasi atas kepemimpinan dan pembuktian kapasitas dalam menjalankan tugas dengan integritas dan tanggung jawab yang tinggi.
Peran Strategis Perempuan
Menyinggung dalam konteks pemilu, kita bisa melihat bahwa perempuan memiliki dua posisi penting: yaitu sebagai pemilih dan sebagai kandidat yang dipilih. Sebagai pemilih, perempuan berkontribusi besar dalam menentukan arah kebijakan publik melalui suara mereka di bilik suara. Sementara sebagai kandidat, perempuan membawa aspirasi kelompok marginal dan memperjuangkan isu-isu yang selama ini kurang mendapat perhatian.
Lembaga KPU juga berbagai lembaga pemerhati gender terus mengupayakan dan mendukung penuh peningkatan partisipasi politik perempuan melalui pendidikan pemilih, serta kebijakan afirmatif seperti kuota 30% calon legislatif perempuan.
Demokrasi yang sejati adalah demokrasi yang sifatnya terbuat. Yang berarti, tidak boleh ada kelompok yang tersisih, termasuk perempuan. Ketika perempuan diberi ruang dan kesempatan yang sama, maka proses demokrasi akan menjadi lebih kuat, berimbang, dan berkeadilan bagi seluruh elemen masyarakat.
Perempuan membawa nilai-nilai empati, kejujuran, dan kepedulian sosial ke dalam proses politik. Nilai-nilai yang sangat dibutuhkan dalam menjaga integritas demokrasi bangsa. Perempuan dan demokrasi adalah dua kekuatan yang saling melengkapi. Perlu disadari, meningkatkan keterlibatan perempuan bukan hanya tentang memenuhi kuota, melainkan tentang membangun masa depan yang lebih adil dan setara bagi semua warga negara. Melalui partisipasi aktif perempuan, kita tidak hanya memperkuat demokrasi, tetapi juga meneguhkan harapan akan hadirnya pemerintahan yang lebih bijaksana, humanis, dan berpihak penuh kepada rakyat. (FPH)