Berita Terkini

Jejak Sejarah Sumpah Pemuda yang Masih Bernafas dari Jalan Kramat 106

Wamena - Di tengah riuh kendaraan dan gedung-gedung tinggi Jakarta Pusat, berdiri sebuah bangunan tua di Jalan Kramat Raya No. 106. Dindingnya kokoh, catnya telah beberapa kali berganti, namun aroma sejarah yang tak pernah pudar. Tempat itu bukan sekadar rumah tua. Ia adalah saksi bisu yang bernafas atas lahirnya salah satu tonggak paling penting dalam sejarah bangsa: Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928.

Ruang yang Menyatukan Perbedaan

Bangunan di Jalan Kramat 106 awalnya merupakan rumah milik seorang keturunan Tionghoa bernama Sie Kong Liong. Pada masa pergerakan, rumah itu disewa oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPPI) dan diubah menjadi asrama pemuda bernama Indonesische Clubgebouw. Dari rumah sederhana inilah, semangat persatuan bangsa mulai tumbuh. Para pelajar dari Jawa, Sumatra, Sulawesi, Ambon, Bali, hingga Papua berkumpul, berdiskusi, dan menanamkan gagasan besar tentang satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa — Indonesia.

Di sebuah bangunan tua di Jalan Kramat Raya Nomor 106, Jakarta Pusat, tersimpan kisah yang jarang diungkap. Gedung itu menjadi saksi bisu lahirnya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Kini, orang mengenalnya sebagai Museum Sumpah Pemuda. Dindingnya mungkin diam, tetapi setiap bata di sana masih menyimpan gema semangat para pemuda yang menulis sejarah.

Dolly Salim, Suara yang Menggetarkan Ruang Kongres

Di balik nama-nama besar seperti Soegondo Djojopoespito, Mohammad Yamin, dan Wage Rudolf Supratman, ada sosok yang nyaris terlupakan — Dolly Salim, putri dari Haji Agus Salim. Ia memang bukan peserta kongres, tetapi memiliki peran yang sangat penting.
Dolly adalah orang yang menyanyikan lagu Indonesia Raya untuk pertama kalinya di depan peserta kongres, yang diiringi alunan biola Wage Rudolf Supratman, pada saat lagu tersebut belum diizinkan oleh pemerintah kolonial.

Tokoh Jembatan Persatuan Antar iman

Satu lagi nama yang sering terlewat dari catatan sejarah adalah Amir Sjarifuddin Harahap, pemuda dari Sumatera Timur. Ia menjadi penghubung antar organisasi pemuda Kristen dan Katolik, memastikan semangat persatuan tidak terpecah karena perbedaan keyakinan. Gagasannya sederhana namun berani: Indonesia hanya bisa merdeka jika seluruh pemuda bersatu tanpa melihat latar belakang.

Gedung Kramat 106: Tempat Sejarah Ditulis di Tengah Ancaman

Gedung Kramat 106 tidak sekadar lokasi kongres. Ia adalah saksi dari keteguhan hati. Saat itu, setiap pertemuan diawasi oleh pemerintah Hindia Belanda.
Para pemuda tahu mereka bisa ditangkap kapan saja. Namun mereka tetap melanjutkan sidang, berdiskusi hingga larut malam, menulis sejarah di tengah ancaman. Dari ruang tamu kecil dan meja kayu sederhana, lahirlah tiga kalimat yang mengguncang masa depan bangsa — Tiga Ikrar Sumpah Pemuda.

 1. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.

 2. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.

 3. Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Tiga ikrar ini menjadi fondasi lahirnya semangat persatuan nasional, jauh sebelum Indonesia merdeka. Para pahlawan menegaskan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa yang mempersatukan seluruh pemuda dari berbagai daerah di Nusantara.

Warisan Abadi: Biola, Kursi, dan Semangat

Kini, banyak dari saksi sejarah itu telah tiada, yang menjadi sosok pahlawan dalam menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia. Namun benda-benda peninggalan para pahlawan masih tersimpan di museum. Ada kursi kayu tempat Soegondo berpidato, biola Wage Rudolf Supratman, dan foto-foto pemuda yang tersenyum dengan pakaian sederhana. Setiap benda itu bercerita tanpa kata, menjadi saksi bisu dari semangat yang tak padam yaitu semangat untuk menyatukan Indonesia.

Pesan dari Masa Lalu untuk Generasi Kini

Jalan Kramat 106 bukan hanya alamat di peta Jakarta. Ia adalah simbol tekad sekumpulan anak muda yang berani bermimpi untuk Indonesia. Dari ruang kecil itulah, ide besar tentang persatuan Indonesia dilahirkan—oleh pemuda-pemudi yang tak menyerah pada perbedaan. Bangunan yang masih berdiri, menjadi pengingat abadi bahwa persatuan Indonesia lahir dari keberanian pemuda.

Setiap 28 Oktober, bangsa ini memperingati Sumpah Pemuda. Hari Sumpah Pemuda Adalah sebuah panggilan untuk menyalakan kembali semangat dalam “Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa: Indonesia”. (STE)

Baca juga: Konsep Negara Kesatuan Pilar Pemersatu Bangsa Indonesia

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 301 kali