
B.J. Habibie dan Lahirnya KPU: Awal Baru Demokrasi Indonesia
Wamena - Sedikit yang tahu bahwa lahirnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang independen di Indonesia tak bisa dilepaskan dari peran besar Presiden ketiga Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie atau yang akrab dikenal sebagai B.J. Habibie. Di tengah gejolak reformasi 1998, B.J. Habibie menjadi tokoh yang menandai babak baru demokrasi Indonesia dengan melahirkan sistem pemilu yang lebih terbuka, jujur, dan adil.
Lahir dari Semangat Reformasi
Sebelum 1998, pemilu di Indonesia diselenggarakan oleh pemerintah melalui Departemen Dalam Negeri. Dalam situasi politik yang penuh gejolak, B.J. Habibie menyadari bahwa demokrasi tidak dapat tumbuh tanpa sistem pemilu yang jujur, adil, dan transparan. Akibatnya, penyelenggaraan pemilu kerap dipandang tidak independen dan rawan intervensi kekuasaan. Dari sinilah gagasannya untuk membentuk lembaga independen yang menyelenggarakan pemilu secara profesional mulai dirancang. B.J. Habibie mengesahkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
Melalui undang-undang tersebut, untuk pertama kalinya dibentuk lembaga bernama Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Inilah tonggak penting sejarah, menandai lahirnya penyelenggara pemilu independen pertama di Indonesia.
B.J. Habibie memahami, demokrasi hanya akan hidup jika rakyat diberikan hak untuk memilih pemimpin tanpa tekanan. Maka, pada Pemilu 1999, Indonesia menyaksikan pemilu paling demokratis pertama setelah Orde Baru.
Langkah Awal Demokrasi Sejati
Jejak B.J. Habibie dalam sejarah KPU tidak hanya berhenti pada pembentukan lembaga. Beliau juga menanamkan nilai-nilai kejujuran, transparansi, dan tanggung jawab publik sebagai roh penyelenggaraan pemilu. Prinsip-prinsip inilah yang terus menjadi pedoman bagi KPU hingga kini, termasuk bagi penyelenggara di daerah seperti KPU Kabupaten Nduga.
Melalui kebijakan dan pemikiran visionernya, B.J. Habibie membuktikan bahwa demokrasi sejati hanya dapat tumbuh bila rakyat diberi kepercayaan untuk memilih pemimpinnya sendiri. Ia percaya bahwa kekuasaan sejati ada di tangan rakyat, dan tugas pemerintah adalah menjamin agar suara rakyat dapat tersalurkan dengan adil.
Warisan Demokrasi yang Tak Pernah Padam
Warisan B.J. Habibie terhadap demokrasi Indonesia bukan sekadar sejarah. Ia adalah api moral yang terus menyala di setiap bilik suara rakyat Indonesia. Dari Jakarta hingga Nduga, semangat itu hidup dalam kerja keras setiap anggota KPU yang memastikan pemilu berjalan jujur, adil, dan bermartabat.
Seperti kutipan dari B.J. Habibie yang masih relevan hingga kini: "Demokrasi bukan hanya hak untuk memilih, tetapi juga kewajiban untuk menjaga kejujuran dalam pilihan."
Di wilayah seperti Kabupaten Nduga, di mana tantangan geografis dan sosial cukup besar, semangat B.J. Habibie menjadi sumber inspirasi untuk terus menjaga integritas penyelenggaraan pemilu.
Baca juga: Pemilih Potensial Gen Z dalam Pemilu 2029: Energi Baru untuk Demokrasi di Kabupaten Nduga
Inspirasi bagi Penyelenggara Pemilu di Daerah
Bagi para penyelenggara pemilu di seluruh Indonesia termasuk di wilayah pegunungan Papua seperti Kabupaten Nduga semangat demokrasi B.J. Habibie tetap hidup. Dedikasi beliau menjadi inspirasi untuk terus menjaga integritas pemilu di tengah berbagai tantangan geografis dan sosial.
KPU Kabupaten Nduga terus menjaga semangat demokrasi dengan menghadirkan pemilu yang inklusif dan menghormati kearifan lokal, seperti sistem noken, yang diakui Mahkamah Konstitusi sebagai bagian dari budaya demokrasi Masyarakat Tanah Papua.
Menjaga Kepercayaan Publik Menuju Pemilu 2029
Kini, dua puluh lima tahun setelah era reformasi, tantangan demokrasi semakin kompleks. Generasi Z atau pemilih muda yang menjadi pemilih potensial menjadi babak baru pemilihan umum di seluruh Indonesia.
Namun, dengan fondasi kuat yang telah ditanamkan B.J. Habibie pada 1999, KPU di tingkat nasional hingga daerah, termasuk KPU Kabupaten Nduga, dalam menjaga integritas dan kepercayaan publik.
B.J. Habibie meninggalkan jejak Sejarah bagaimana demokrasi bukan hanya tentang pemungutan suara, tetapi juga tentang kejujuran, tanggung jawab, dan kepercayaan rakyat kepada penyelenggara pemilu. (STE)
Baca juga: Tokoh Ketua KPU Pertama Indonesia: Jenderal (Purn) Rudini